Minggu, 20 Mei 2012

Kabupaten KOTA SALATIGA


Profil


Nama Resmi : Kota Salatiga
Ibukota : Salatiga
Provinsi : Jawa Tengah
Batas Wilayah :


Wilayah Kota Salatiga berbatasan dengan wilayah Kabupaten Semarang, adapaun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:


        Utara:
        Kecamatan Pabelan: Desa Pabelan, Desa Pejaten
        Kecamatan Tuntang: Desa Kesongo, Desa Watu Agung


        Timur:
        Kecamatan Pabelan: Desa Ujung-ujung, Desa Sukoharjo, Desa Glawan
        Kecamatan Tengaran: Desa Bener, Desa Tegalwaton, Desa Nyamat


        Selatan:
        Kecamatan Getasan: Desa Sumogawe, Desa Sa-mirono, Desa Jetak
        Kecamatan Tengaran: Desa Patemon, Desa Karang Duren


        Barat:
        Kecamatan Tuntang: Desa Candirejo, Desa Jombor, Desa Sraten, Desa Gedangan
        Kecamatan Getasan: Desa Polobogo

Luas Wilayah : 57,36 Km2
Jumlah Penduduk : 174.698 Jiwa
Wilayah Administrasi : Kecamatan : 4, Kelurahan : 22
Website : http://www.pemkot-salatiga.go.id/


(Permendagri No.66 Tahun 2011)


Sejarah



Ada beberapa sumber yang dijadikan dasar untuk mengungkapkan asal-usul Salatiga, yaitu yang berasal dari cerita rakyat, prasasti, maupun penelitian dan kajian yang cukup detail. Dari beberapa sumber tersebut Prasasti Plumpungan-lah yang dijadikan dasar asal-usul Kota Salatiga. Berdasarkan prasasti ini Hari Jadi Kota Salatiga dibakukan, yakni tanggal 24 Juli tahun 750 Masehi ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II Nomor 15 Tahun 1995 Tentang Hari Jadi Kota Salatiga.


1. Prasasti Plumpungan

Cikal bakal lahirnya Salatiga tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170cm, lebar 160cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut prasasti Plumpungan.
Berdasarkan Prasasti yang berada di Dukuh Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo itu, maka Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi, yang ada pada saat itu merupakan wilayah Perdikan. Sejarahwan yang sekaligus ahli Epigraf Dr. J. G. de Casparis mengalihkan tulisan tersebut secara lengkap yang selanjutnya disempurnakan oleh Prof. Dr. R. Ng Poerbatjaraka.
Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum tentang status tanah perdikan atau swatantra bagi suatu daerah yang ketika itu bernama Hampra, yanng kini bernama Salatiga. Pemberian perdikan tersebut merupakan hal yang istimewa pada masa itu oleh seorang raja dan tidak setiap daerah kekuasaan bisa dijadikan daerah Perdikan.
Perdikan berarti suatu daerah dalam kerajaan tertentu yang dibebaskan dari segala kewajiban pembayaran pajak atau upeti karena memiliki kekhususan tertentu. Dasar pemberian daerah perdikan itu diberikan kepada desa atau daerah yang benar-benar berjasa kepada seorang raja.
Prasasti yang diperkirakan dibuat pada Jumat, 24 Juli tahun 750 Masehi itu, ditulis oleh seorang Citraleka, yang sekarang dikenal dengan sebutan penulis atau pujangga, dibantu oleh sejumlah pendeta atau resi dan ditulis dalam bahasa jawa kuno: "Srir Astu Swasti Prajabyah" yang berarti "Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian".
Sejarahwan memperkirakan, bahwa masyarakat Hampra telah berjasa kepada Raja Bhanu yang merupakan seorang raja besar dan sangat memperhatikan rakyatnya, yang memiliki daerah kekuasaan meliputi sekitar Salatiga, Kabupaten Semarang, Ambarawa, dan Kabupaten Boyolali. Penetapan di dalam prasasti itu merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah Perdikan dan dicatat dalam prasasti Plumpungan. Atas dasar catatan prasasti itulah dan dikuatkan dengan Perda No. 15 tahun 1995 maka ditetapkan Hari Jadi Kota Salatiga jatuh pada tanggal 24 Juli.




2. Zaman Penjajahan



Pada zaman penjajahan Belanda telah cukup jelas batas dan status Kota Salatiga, berdasarkan Staatblad 1917 No. 266 mulai 1 Juli 1917 didirikan Stood Gemente Salatiga yang daerahnya terdiri dari 8 desa. karena dukungan faktor geografis, udara sejuk dan letaknya sangat strategis, maka Salatiga cukup dikenal keindahannya di masa penjajahan Belanda.








3. Zaman Kemerdekaan

Kota Salatiga adalah Staat Gemente yang dibentuk berdasarkan Staatblad 1923 No. 393 yang kemudian dicabut dengan Undang-Undang No. 17 tahun 1995 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kecil Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Ditinjau dari segi administratif pemerintah dikaitkan dengan kondisi fisik dan fungsi Kotamadya Daerah Tingkat II, keberadaan Daerah Tingkat II Salatiga yang memiliki luas 17,82 km dengan 75% luasnya merupakan wilayah terbangun adalah tidak efektif.
Berdasarkan kesadaran bersama dan didorong kebutuhan areal pembangunan demi pengembangan daerah, muncul gagasan mengadakan pemekaran wilayah yang dirintis tahun 1983. Kemudian terealisir tahun 1992 dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1992 yang menetapkan luas wilayah Salatiga menjadi 5.898 Ha dengan 4 Kecamatan yang terdiri dari 22 Kelurahan.
Berdasarkan amanat Undang-Undang No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga berubah penyebutannya menjadi Kota Salatiga.




Arti Logo


Berdasarkan Perda Kotamadya Salatiga Nomor 5 Tahun 1997, makna lambang daerah dibagi menjadi dua macam yaitu:


1. Makna warna dalam lambang daerah:
Putih: berarti kejujuran / kesucian
Kuning Emas: berarti keluhuran / keagungan / kemulian/ kejayaan
Hijau: berarti kemakmuran
Biru: berarti kedamaian
Hitam: berarti keabadian / keteguhan
Merah: berarti keberanian


2. Makna bentuk dan motif yang terkandung dalam lambang daerah:
Bentuk Perisai:
melambangkan pertahanan dan ketahanan wilayah / daerah.
Lukisan dasar tanpa batas berwarna biru laut:
melambangkan kesetiaan.
Bintang bersudut lima berwarna kuning emas yang disebut "Nur Cahaya":
melambangkan bahwa rakyat Salatiga adalah insan yang percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
Lukisan Sadak Kinang:
melambangkan kesuburan daerah Salatiga dan sumber kekuatan.
Lukisan dua buah gunung yang berhimpit menjadi satu:
melambangkan bersatunya rakyat dengan Pemerintah Daerah, disamping melambangkan Kota Salatiga berada di daerah pegunungan yang berhawa sejuk.
Lukisan Padi dan Kapas:
melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Salatiga, sedangkan jumlah biji padi 24 buah dan daun kelopak bunganya berjumlah 7, melambangkan tanggal dan bulan hari jadi Kota Salatiga.
Lukisan Patung Ganesa:
melambangkan peranan dan fungsi Salatiga sebagai kota pendidikan.
Susunan Batu Bata:
melambangkan status Kota / Kotamadya; sedangkan 4 lekukan serta 5 kubu perlindungan melambangkan diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia pada Tahun 1945.
Pita dengan tulisan "SRIR ASTU SWASTI PRAJABHYAH":
mempunyai makna "Semoga Bahagia Selamatlah Rakyat Sekalian".
Diatas lambang bertuliskan "SALATIGA":
menyatakan bahwa lambang ini adalah milik Daerah Kota Salatiga.


Komposisi ukuran panjang dan lebar lambang memiliki perbandingan 4,3 banding 3,2.
Dalam Pasal 4 Perda tersebut, dijelaskan bahwa Lambang Daerah wajib dipasang di tempat-tempat kehormatan dan menjadi pusat perhatian sebagai Panji-panji, Lencana, Cap, Kop Kertas Surat, atau Tanda Pajak.
Dalam Pasal 5 tersurat adanya larangan mempergunakan Lambang Daerah yang oleh Walikota Kepala Daerah dianggap merendahkan atau tidak menghormati Lambang Daerah.
Sedangkan dalam pasal 6 berisi ancaman hukuman pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan bagi pelanggaran ketentuan Pasal 5 tersebut.




Nilai Budaya



1 SURA PETILASAN KI HAJAR SAMPURNA TH.2007


Menjelang peringatan 1 Suro 1428 Hijriah di petilasan makam Ki Hajar Sampurno tanggal 20 Januari 2007 di Lingkungan Sugihwaras Kelurahan Randuacir di peringati secara meriah oleh arga masyarakat setempat dan para peziarah dengan mengadakan sesajen tumpengan cukup banyak, pagelaran wayang kulit semalam suntuk dan hibuan musik dang dut.


Acara yang dimulai pukul 19.30 WIB sangat menarik warga masyarakat menyaksikan hiburan secara gratis. Tepat pukul 22.00 dilaksanakan arak-aakan dari tempat pagelaran wwayang kulit menuju kemakam sejauh 500 meter yangkemudian diberi doa lalu dibagikan kepada masyarakat awam yang ikut trirakatan semalam suntuk.


Juru kunci Kartopawiro mengungkapkan, sebelum menjadi juru kunci kami melakukan tirakat7 hari 7 malam tidak makan dan minum agar dberi petunjuk yang sebaik-baiknya. Keberadaan makam Ki Hajar Sampurna sudah berada sejak 400 tahun yang lalu yang sesungguhnya bernama Ki Gede Sumiran.


Selama tirakat tahun 1951 dalam suasana gaib dijumpai wanita tua dan diberi kaca mata berukuran kecil ukuran uang kuno bill da langsung dpakai sekali . Dalam wangsit mendapat supaya waspada dan berkata secara tepat. Jadi keberadaan Ki Hajar


Sampurna sebelum ada keajaan Mataram.


Dalam peringatan 1 Suro diselenggakan sesajian tumpeng, kembang setaman,candu, kembang kantil 2, kembang kenongo 2, sedangkan tumpeng terdiri;tumpen gede, tumpeng rasul, ambeng asahan, tumpeng seger, nasi golong 2 tempat yang berisi jajan pasar. Makam Ki Hajar Sampurna selalu ramai peziarah setiap malam Jumat Kliwon dari berbagai kota. Kedatangan mereka ada yang minta kesembuhan penyakit, usaha bisnisnya berjalan lancar dan ada memperoleh keselamatan dan sejahtera hidup rumah tangganya. Pada syukuran ini banyak peziarah yang membawa air dari sumber air sendang Senjoyo yang dimintakan bekah dapat untuk memperlancar dalam mengaungi kehidupan ini penuh persaingan.


Sebagai aset wisata spiritual Kota Salatiga lokasi ini sudah ada jalan masuk dan penerangan jalan yang baik, sehingga bagi peziarah yang akan berkunjung dengan mudah menemukan lokasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar