MASALAH
KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA
(dr. Nengah
Adnyana Oka M., M.Kes.)
Sehat merupakan kondisi optimal fisik, mental dan sosial seseorang sehingga
dapat memiliki produktivitas, bukan hanya terbebas dari bibit penyakit. Kondisi
sehat dapat dilihat dari dimensi produksi dan dimensi konsumsi. Dimensi
produksi memandang keadaan sehat sebagai salah satu modal produksi atau
prakondisi yang dibutuhkan seseorang sehingga dapat beraktivitas yang
produktif.
Salah satu upaya mewujudkannya dalam industri
dikembangkan konsep kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Dimensi konsumsi
menjelaskan manfaat sehat sebagai kondisi yang dibutuhkan setiap manusia untuk
dinikmati sehingga perlu disyukuri. Dimensi ini melahirkan pemahaman upaya
manusia untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan agar terhindar dari
penyakit dan masalah kesehatan. Usaha-usaha preventif dan promotif seperti
gizi, sanitasi, konseling genetika, asuransi, estetika termasuk di dalamnya.
Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni untuk mencegah penyakit,
memperpanjang hidup, mempromosikan kesehatan dan efisiensi dengan menggerakkan
potensi seluruh masyarakat. Konsep kesehatan masyarakat berkaitan dengan
perubahan perilaku sehat akan lebih terbentuk dan bertahan lama bila dilandasi
kesadaran sendiri (internalisasi) sehingga konsep upaya sehat dari, oleh dan
untuk masyarakat sangat tepat diterapkan.
Pemerintah Indonesia sudah mengembangkan konsep Desa Siaga yang menggunakan
pendekatan pengenalan dan pemecahan masalah kesehatan dari, oleh dan untuk
masyarakat sendiri. Peranan petugas kesehatan sebagai stimulator melalui
promosi kesehatan dilakukan dengan memberikan pelatihan penerapan Desa Siaga.
Kegiatan diwujudkan melalui rangkaian pelatihan mengidentifikasi masalah
kesehatan dengan mengenalkan masalah kesehatan dan penyakit yang banyak terjadi
dalam lingkungan mereka dilanjutkan survey mawas diri (SMD) dan aplikasi upaya
mengatasi yang disepakati masyarakat berupa musyawarah masyarakat desa (MMD).
Harapan pemerintah agar upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dapat
lebih cepat dan lebih awet karena masyarakat mampu mandiri untuk sehat.
Tanpa pemahaman terhadap penyakit dan masalaah kesehatan masyarakat oleh
petugas kesehatan maka tidak akan memiliki dasar pemahaman yang kuat.
Implikasinya akan terjadi semakin jauh kesenjangan
pemahaman konsep penyakit dan masalah kesehatan antara petugas kesehatan dan
masyarakat sehingga gagal dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Masalah Kesehatan Masyarakat
Untuk memahami masalah kesehatan yang sering ditemukan di Indonesia perlu
dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain masalah perilaku kesehatan,
lingkungan, genetik dan pelayanan kesehatan yang akan menimbulkan berbagai
masalah lanjutan seperti masalah kesehatan ibu dan anak, masalah gizi dan
penyakit-penyakit baik menular maupun tidak menular. Masalah kesehatan tersebut
dapat terjadi pada masyarakat secara umum atau komunitas tertentu seperti
kelompok rawan (bayi, balita dan ibu), kelompok lanjut usia dan kelompok
pekerja.
- Masalah Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan bila mengacu pada penelitian
Hendrik L. Blum di Amerika Serikat memiliki urutan kedua faktor yang
mempengaruhi status kesehatan masyarakat setelah faktor lingkungan. Di
Indonesia diduga faktor perilaku justru menjadi faktor utama masalah kesehatn
sebagai akibat masih rendah pengetahuan kesehatan dan faktor kemiskinan.
Kondisi tersebut mungkin terkait tingkat pendidikan yang mempengaruhi
pengetahuan masyarakat untuk berperilaku sehat. Terbentuknya perilaku diawali
respon terhadap stimulus pada domain kognitif berupa pengetahuan terhadap obyek
tersebut, selanjutnya menimbulkan respon batin (afektif) yaitu sikap terhadap
obyek tersebut. Respon tindakan (perilaku) dapat timbul setelah respon
pengetahuan dan sikap yang searah (sinkron) atau langsung tanpa didasari kedua
respon di atas. Jenis perilaku ini cenderung tidak bertahan lama karena
terbentuk tanda pemahaman manfaat berperilaku tertentu.
Proses terbentuknya sebuah perilaku yang diawali
pengetahuan membutuhkan sumber pengetahuan dan diperoleh dari pendidikan
kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan atau usaha menyampaikan
pesan kesehatan kepada sasaran sehingga pengetahuan sasaran terhadap sesuatu
masalah meningkat dengan harapan sasaran dapat berperilaku sehat.
Sikap setuju terhadap suatu perilaku sehat dapat terbentuk
bila pengetahuan yang mendasari perilaku diperkuat dengan bukti manfaat karena
perilaku seseorang dilandasi motif. Bila seseorang dapat menemukan manfaat dari
berperilaku sehat yang diharapkan oleh petugas kesehatan maka terbentuklah
sikap yang mendukung.
Perilaku sendiri menurut Lawrence Green
dilatarbelakangi 3 faktor pokok yaitu faktor predisposisi (predisposing
factors), faktor pendukung (enabling factors) dan faktor penguat (reinforcing
factors). Oleh sebab tersebut maka perubahan perilaku melalui pendidikan
kesehatan perlu melakukan intervensi terhadap ketiga faktor tersebut di atas
sehingga masyarakat memiliki perilaku yang sesuai nilai-nilai kesehatan
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
- Masalah Kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan keadaan lingkungan yang
optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terbentuknya derajat kesehatan
masyarakat yang optimum pula. Masalah kesehatan lingkungan meliputi penyehatan
lingkungan pemukiman, penyediaan air bersih, pengelolaan limbah dan sampah
serta pengelolaan tempat-tempat umum dan pengolahan makanan.
2. Penyehatan lingkungan
pemukiman
Lingkungan pemukiman secara khusus adalah rumah
merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk
yang tidak diikuti pertambahan luas tanah cenderung menimbulkan masalah
kepadatan populasi dan lingkungan tempat tinggal yang menyebabkan berbagai
penyakit serta masalah kesehatan. Rumah sehat sebagai prasyarat berperilaku
sehat memiliki kriteria yang sulit dapat dipenuhi akibat kepadatan populasi
yang tidak diimbangi ketersediaan lahan perumahan. Kriteria tersebut antara
lain luas bangunan rumah minimal 2,5 m2 per penghuni, fasilitas air
bersih yang cukup, pembuangan tinja, pembuangan sampah dan limbah, fasilitas
dapur dan ruang berkumpul keluarga serta gudang dan kandang ternak untuk
rumah pedesaan. Tidak terpenuhi syarat rumah sehat dapat menimbulkan masalah
kesehatan atau penyakit baik fisik, mental maupun sosial yang mempengaruhi
produktivitas keluarga dan pada akhirnya mengarah pada kemiskinan dan masalah
sosial.
3. Penyediaan air bersih
Kebutuhan air bersih terutama meliputi air minum,
mandi, memasak dan mencuci. Air minum yang dikonsumsi harus memenuhi syarat
minimal sebagai air yang dikonsumsi. Syarat air minum yang sehat antara lain
syarat fisik, syarat bakteriologis dan syarat kimia. Air minum sehat memiliki
karakteristik tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, suhu di bawah suhu
udara sekitar (syarat fisik), bebas dari bakteri patogen (syarat bakteriologis)
dan mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang dipersyaratkan (syarat
kimia). Di Indonesia sumber-sumber air minum dapat dari air hujan, air sungai,
air danau, mata air, air sumur dangkal dan air sumur dalam. Sumber-sumber air
tersebut memiliki karakteristik masing-masing yang membutuhkan pengolahan
sederhana sampai modern agar layak diminum.
Tidak terpenuhi kebutuhan air bersih dapat menimbulkan
masalah kesehatan atau penyakit seperti infeksi kulit, infeksi usus, penyakit
gigi dan mulut dan lain-lain.
4. Pengelolaan limbah
dan sampah
Limbah merupakan hasil buangan baik manusia (kotoran),
rumah tangga, industri atau tempat-tempat umum lainnya. Sampah merupakan bahan
atau benda padat yang dibuang karena sudah tidak digunakan dalam kegiatan
manusia. Pengelolaan limbah dan sampah yang tidak tepat akan menimbulkan
polusi terhadap kesehatan lingkungan.
Pengolahan kotoran manusia membutuhkan tempat yang
memenuhi syarat agar tidak menimbulkan kontaminasi terhadap air dan tanah serta
menimbulkan polusi bau dan mengganggu estetika. Tempat pembuangan dan
pengolahan limbah kotoran manusia berupa jamban dan septic tank harus memenuhi
syarat kesehatan karena beberapa penyakit disebarkan melalui perantaraan
kotoran.
Pengelolaan sampah meliputi sampah organik, anorganik
serta bahan berbahaya, memiliki 2 tahap pengelolaan yaitu pengumpulan dan
pengangkutan sampah serta pemusnahan dan pengolahan sampah.
Pengelolaan limbah ditujukan untuk menghindarkan
pencemaran air dan tanah sehingga pengolahan limbah harus menghasilkan limbah
yang tidah berbahaya. Syarat pengolahan limbah cair meliputi syarat fisik,
bakteriologis dan kimia. Pengolahan air limbah dilakukan secara sederhana dan
modern. Secara sederhana pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan
pengenceran (dilusi), kolam oksidasi dan irigasi, sedangkan secara modern
menggunakan Sarana atau Instalasi Pengolahan Air Limbah (SPAL/IPAL).
- Pengelolaan tempat-tempat umum dan pengolahan
makanan
Pengelolaan tempat-tempat umum meliputi tempat ibadah,
sekolah, pasar dan lain-lain sedangkan pengolahan makanan meliputi tempat
pengolahan makanan (pabrik atau industri makanan) dan tempat penjualan makanan
(toko, warung makan, kantin, restoran, cafe, dll). Kegiatan berupa pemeriksaan
syarat bangunan, ketersediaan air bersih serta pengolahan limbah dan sampah.
2. Masalah Pelayanan
Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang bermutu akan menghasilkan
derajat kesehatan optimal. Tercapainya pelayanan kesehatan yang sesuai standar
membutuhkan syarat ketersediaan sumber daya dan prosedur pelayanan.
Ketersediaan sumber daya yang akan menunjang perilaku
sehat masyarakat untuk memanfaat pelayanan kesehatan baik negeri atau swasta membutuhkan
prasyarat sumber daya manusia (petugas kesehatan yang profesional), sumber daya
sarana dan prasarana (bangunan dan sarana pendukung) seta sumber daya dana
(pembiayaan kesehatan).
3. Petugas kesehatan yang
profesional
Pelaksana pelayanan kesehatan meliputi tenaga medis,
paramedis keperawatan, paramedis non keperawatan dan non medis (administrasi).
Profesionalitas tenaga kesehatan yang memberi pelayanan kesehatan ditunjukkan
dengan kompetensi dan taat prosedur.
Saat ini masyarakat banyak menerima pelayanan
kesehatan di bawah standar akibat kedua syarat di atas tidak dipenuhi.
Keterbatasan ketenagaan di Indonesia yang terjadi karena kurangnya tenaga
sesuai kompetensi atau tidak terdistribusi secara merata melahirkan petugas
kesehatan yang memberikan pelayanan tidak sesuai kompetensinya. Kurangnya
pengetahuan dan motif ekonomi sering menjadikan standar pelayanan belum
dikerjakan secara maksimal. Masyarakat cenderung menerima kondisi tersebut
karena ketidaktahuan dan keterpaksaan. Walaupun pemerintah telah banyak
melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia baik melalui
peraturan standar kompetensi tenaga kesehatan maupun program peningkatan
kompetensi dan pemerataan distribusi tenaga kesehatan tetapi belum seluruh
petugas kesehatan mendukung. Hal tersebut terkait perilaku sehat petugas
kesehatan yang masih banyak menyimpang dari tujuan awal keberadaannya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kuratif masih memimpin
sedangkan aspek preventif dan promotif dalam pelayanan kesehatan belum dominan.
Perilaku sehat masyarakat pun mengikuti saat paradigma sehat dikalahkan oleh
perilaku sakit, yaitu memanfaatkan pelayanan kesehatan hanya pada saat sakit.
- Sarana bangunan dan pendukung
Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung pelayanan
kesehatan saat ini diatasi dengan konsep Desa Siaga yaitu konsep memandirikan
masyarakat untuk sehat. Sayangnya kondisi tersebut tidak didukung sepenuhnya
oleh masyarakat karena lebih dominannya perilaku sakit. Pemerintah sendiri
selain dana APBN dan APBD, melalui program Bantuan Operasional Kegiatan (BOK)
Puskesmas dan program pengembangan sarana pelayanan kesehatan rujukan telah
banyak meningkatkan mutu sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di Indonesia.
2. Pembiayaan kesehatan
Faktor pembiayaan seringkali menjadi penghambat
masyarakat mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas. Faktor yang
merupakan faktor pendukung (enabling factors) masyarakat untuk
berperilaku sehat telah dilakukan di Indonesia melalui asuransi kesehatan maupun
dana pendamping. Sebut saja asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil (PT.
Askes), polisi dan tentara (PT. Asabri), pekerja sektor industri (PT.
Jamsostek), masyarakat miskin (Jamkesmas Program Keluarga Harapan), masyarakat
tidak mampu (Jamkesda) bahkan masyarakat umum (Jampersal dan asuransi
perorangan). Namun tetap saja masalah pembiayaan kesehatan menjadi kendala
dalam mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu terkait kesadaran masyarakat
berperilaku sehat. Perilaku sakit masih dominan sehingga upaya kuratif yang
membutuhkan biaya besar cenderung menyebabkan dana tidak tercukupi atau habis
di tengah jalan. Karena itu diperlukan perubahan paradigma masyarakat menjadi
Paradigma Sehat melalui Pendidikan Kesehatan oleh petugas kesehatan secara terus
menerus.
3. Masalah Genetik
Beberapa masalah kesehatan dan penyakit yang
disebabkan oleh faktor genetik tidak hanya penyakit keturunan seperti
hemophilia, Diabetes Mellitus, infertilitas dan lain-lain tetapi juga masalah
sosial seperti keretakan rumah tangga sampai perceraian, kemiskinan dan
kejahatan. Masalah kesehatan dan penyakit yang timbul akibat faktor genetik
lebih banyak disebabkan kurang paham terhadap penyebab genetik, disamping sikap
penolakan karena faktor kepercayaan. Agar masyarakat dapat berperilaku genetik
yang sehat diperlukan intervensi pendidikan kesehatan disertai upaya pendekatan
kepada pengambil keputusan (tokoh agama, tokoh masyarakat dan penguasa
wilayah). Intervensi berupa pendidikan kesehatan melalui konseling genetik,
penyuluhan usia reproduksi, persiapan pranikah dan pentingnya pemeriksaan
genetik dapat mengurangi resiko munculnya penyakit atau masalah kesehatan pada
keturunannya.
SIMPULAN
Kesehatan masyarakat memiliki tujuan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dengan menggerakkan seluruh potensi masyarakat.
Dapat diartikan bahwa perilaku sehat masyarakat harus ditingkatkan dan
dipelihara oleh petugas kesehatan. Kondisi masalah kesehatan di Indonesia
sebagian besar terkait perilaku masyarakat dan petugas kesehatan yang belum
sepenuhnya mendukung menuju perilaku hidup sehat. Upaya merubah perilaku
masyarakat menjadi perilaku sehat dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan
atau secara khusus promosi kesehatan. Atas dasar keadaan tersebut maka wajib
bagi petugas kesehatan memiliki kompetensi melakukan promosi kesehatan.
JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT
SALAH SATU CARA MENSEJAHTEKARAN RAKYAT
14/Dec/2010
JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT SALAH SATU CARA
MENSEJAHTEKARAN RAKYAT
- A.
Pendahuluan
Pembangunan
kesehatan adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional, dalam pembangunan
kesehatan tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Kenyataan yang terjadi sampai saat ini derajat
kesehatan masyarakat masih rendah khususnya masyarakat miskin, hal ini dapat
digambarkan bahwa angka kematian ibu dan angka kematian bayi bagi masyarakat
miskin tiga kali lebih tinggi dari masyarakat tidak miskin. Salah satu
penyebabnya adalah karena mahalnya biaya kesehatan sehingga akses ke pelayanan
kesehatan pada umumnya masih rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin
berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia, masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup
(Susenas, 2003) dan AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI
2002-2003).
Banyak
faktor yang menyebabkan ketimpangan didalam pelayanan kesehatan terutama yang
terkait dengan biaya pelayanan kesehatan, ketimpangan tersebut diantaranya diakibatkan
perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola
pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran swadana (out of pocket). Biaya
kesehatan yang mahal dengan pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out
of pocket semakin mempersulit masyarakat untuk melakukan akses ke palayanan
kesehatan.
Selama ini
dari aspek pengaturan masalah kesehatan baru di atur dalam tataran
Undang-Undang dan peraturan yang ada dibawahnya, tetapi sejak Amandemen UUD
1945 perubahan ke dua dalam Pasal 28H Undang–Undang Dasar Negara Republik
Indonesia, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dalam Amandemen UUD
1945 perubahan ke tiga Pasal 34 ayat (3) dinyatakan bahwa Negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
umum yang layak.
Untuk
memenuhi dan mewujudkan hak bagi setiap warga negara dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan yang layak dan kewajiban pemerintah penyediaan fasilitas kesehatan
sebagai amanat UUD 1945 serta kesehatan adalah merupakan kesehatan
merupakan Public Good maka dibutuhkan intervensi dari Pemerintah.
- B. Jaminan
Kesehatan Masyarakat
Berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam memenuhi hak setiap warga negara
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, krisis moneter yang terjadi
sekitar tahun 1997 telah memberikan andil meningkatkan biaya kesehatan berlipat
ganda, sehingga menekan akses penduduk, terutama penduduk miskin terhadap pelayanan
kesehatan. Hambatan utama pelayanan kesehatan masyarakat miskin adalah masalah
pembiayaan kesehatan dan transportasi. Banyak faktor yang menyebabkan
ketimpangan pelayanan kesehatan yang mendorong peningkatan biaya kesehatan,
diantaranya perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan
kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket,
dan subsidi pemerintah untuk semua lini pelayanan, disamping inflasi di bidang
kesehatan yang melebihi sektor lain.
Untuk
menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, sejak tahun
1998 Pemerintah melaksanakan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan penduduk
miskin. Dimulai dengan pengembangan Program Jaring Pengaman Sosial (JPS-BK)
tahun 1998 – 2001, Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE)
tahun 2001 dan Program Kompensasi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) Tahun
2002-2004. Program-program tersebut diatas berbasis pada ‘provider’
kesehatan (supply oriented), dimana dana disalurkan langsung ke
Puskesmas dan Rumah Sakit. Provider kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit)
berfungsi ganda yaitu sebagai pemberi pelayanan kesehatan (PPK) dan juga
mengelola pembiayaan atas pelayanan kesehatan yang diberikan. Kondisi seperti
ini menimbulkan beberapa permasalahan antara lain terjadinya defisit di
beberapa Rumah Sakit dan sebaliknya dana yang berlebih di Puskesmas, juga
menimbulkan fungsi ganda pada PPK yang harus berperan sebagai ‘Payer’
sekaligus ‘Provider’.
Dengan di
Undangkannya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional merupakan perubahan yang mendasar bagi perasuransian di Indonesia
khusunya Asuransi Sosial dimana salah satu program jaminan sosial adalah
jaminan kesehatan. Dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004
dinayatakan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan agar peserta
memperolah manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan kesehatan dasar, hal ini merupakan salah satu bentuk atau cara
agar masyarakat dapat dengan mudah melakukan akses ke fasilitas kesehatan atau
mendapatkan pelayanan kesehatan. Namun demikian undang-Undang tersebut belum
dapat di implementasikan mengingat aturan pelaksanaan berupa Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden sampai dengan saat ini
belum satupun diundangkan kecuali Keputusan Presiden tentang Pengangkatan Dewan
Jaminan Sosial Nasional. Belum dapat diimplementasikannya Undang– Undang Nomor
40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional semakin membuat kelompok
masyarakat tertentu yaitu masyarakat miskin dan tidak mampu sulit untuk
mendapatkan pelayanan.
Sejak awal
agenda 100 hari Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu jilid satu telah
berupaya untuk mengatasi hambatan dan kendala terkait dengan pelayanan
kesehatan khusunya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak
mampu yaitu kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan
kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang
penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan
bagi masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu dengan nama Asuransi
Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN). PT Askes (Persero) dalam pengelolaan
Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN) didasarkan pada Undang-Undang
Nomor ........ tentang Badan Umum Milik Negara dimana dalam Pasal ......
dinyatakan bahwa ................
Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu dengan
mana program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) mengacu pada
prinsip-prinsip asuransi sosial:
- Dana amanat dan nirlaba dengan
pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat
sangat miskin, miskin dan tidak mampu.
- Menyeluruh (komprehensif)
sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan rasional.
- Pelayanan Terstruktur,
berjenjang dengan Portabilitas dan ekuitas.
- Transparan dan akuntabel.
Pada
semester I tahun 2005, penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi
masyarakat miskin dikelola sepenuhnya oleh PT Askes (Persero) meliputi
pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan
kesehatan rujukan di RS dengan sasaran sejumlah 36.146.700 jiwa sesuai data BPS
tahun 2004. Dalam perjalanannya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di
semester I tahun 2005, ditemukan permasalahan yang utama yaitu perbedaan data
jumlah masyarakat miskin BPS dengan data jumlah masyarakat miskin di setiap
daerah disertai beberapa permasalahan lainnya antara lain: program belum
tersosialisasi dengan baik, penyebaran kartu peserta belum merata, keterbatasan
sumber daya manusia PT Askes (Persero) di lapangan, minimnya biaya operasional
dan manajemen di Puskesmas, kurang aktifnya Posyandu dan lain-lain.
Untuk
mengatasi permasalahan di atas, maka pada semester II tahun 2005, mekanisme
penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin diubah.
Untuk pembiayaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan pelayanan kesehatan dasar
di Puskesmas dan jaringannya disalurkan langsung ke Puskemas melalui bank BRI.
PT Askes (Persero) hanya mengelola pelayanan kesehatan rujukan bagi masyarakat
miskin di Rumah Sakit (RS). Disamping itu sasaran program disesuaikan
menjadi 60.000.000 jiwa.
Berdasarkan
pengalaman-pengalaman pelayanan kesehatan di masa lalu dan upaya untuk
mewujudkan sistem pembiayaan yang efektif dan efisien masih perlu diterapkan
mekanisme jaminan kesehatan yang berbasis asuransi sosial. Penyelenggaraan program
ini melibatkan beberapa pihak yaitu Pemerintah Pusat (Departemen
Kesehatan), Pemerintah Daerah, Pengelola Jaminan Kesehatan (PT.Askes
(Persero)), dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yaitu Puskesmas dan Rumah
Sakit dimana masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan
tujuan yang sama yaitu mewujudkan pelayanan kesehatan dengan biaya dan mutu
yang terkendali.
Berlandaskan
pada upaya pengembangan sistem jaminan tersebut pada tahun 2006,
penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang meliputi
pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan
kesehatan rujukan di Rumah Sakit dikelola sepenuhnya melalui mekanisme asuransi
sosial oleh PT Askes (Persero).
Dengan
pertimbangan pengendalian biaya pelayanan kesehatan, peningkatan mutu,
transparansi dan akuntabiltas, serta mengingat keterbatasan pendanaan,
dilakukan perubahan pengelolaan program Askeskin pada tahun 2008, dengan
memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi pembayaraan dengan didukung
penempatan tenaga verifikator di setiap Rumah Sakit. Selain itu mulai di
berlakukannya Tarif Paket Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin di Rumah
Sakit dengan nama program berubah menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS).
Peserta Jamkesmas telah dibagi dalam bentuk Kuota disetiap Kabupaten/Kota
berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2006. kuota tersebut menimbulkan
persoalan mengingat masih banyak masyarakat miskin di Kabupaten/Kota yang tidak
masuk/menjadi peserta Jamkesmas sementara kebijakan Jamkemas adalah bagi
masyarakat miskin diluar Kuota yang ditetapkan maka menjadi tanggung jawab
Pemerintah Daerah
Program ini
telah berjalan memasuki tahun ke–5 (lima) dan telah banyak hasil yang dicapai
terbukti dengan terjadinya kenaikan yang luar biasa dari pemanfaatan program
ini dari tahun ke tahun oleh masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu
dan pemerintah telah meningkatkan jumlah masyarakat yang dijamin maupun
pendanaannya. Pelaksanaan Jamkesmas 2009 merupakan kelanjutan pelaksanaan
Jamkesmas 2008 dengan penyempurnaan dan peningkatan yang mencakup aspek
kepesertaan, pelayanan kesehatan, pendanaan, organisasi dan manajemen. Untuk
aspek kepesertaan, Jamkesmas mencakup 76,4 juta jiwa dengan dilakukan updating
peserta Jamkesmas di Kabupaten/Kota, optimalisasi data masyarakat miskin,
termasuk gelandangan, pengemis, anak terlantar dan masyarakat miskin tanpa
identitas. Peningkatan peran pemerintah daerah dalam berkontribusi terhadap
masyarakat miskin di luar kuota. Dalam program ini, masih melibatkan PT Askes
(Persero) yaitu melaksanakan tugas dalam manajemen kepesertaan Jamkesmas,
Dilakukan peningkatan pelayanan kesehatan dan penerapan sistem Indonesian
Diagnosis Related Group (INA–DRG) dalam upaya kendali biaya dan kendali mutu pada
seluruh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) lanjutan sejak 1 Januari 2009.
Peserta
Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu selanjutnya
disebut peserta Jamkesmas, sejumlah 76,4 juta jiwa bersumber dari data Badan
Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran
peserta secara Nasional oleh Menteri Kesehatan RI (Menkes) sesuai SK Menkes
Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 yang telah ditetapkan nomor, nama dan alamatnya
melalui SK Bupati/Walikota tentang penetapan peserta Jamkesmas serta
gelandangan, pengemis, anak terlantar, masyarakat miskin yang tidak memiliki
identitas, pasien sakit jiwa kronis, penyakit kusta dan sasaran Program
Keluarga Harapan (PKH) yang belum menjadi peserta Jamkesmas.
Apabila
masih terdapat masyarakat miskin yang tidak terdapat dalam kuota Jamkesmas,
pembiayaan kesehatannya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat dan
mekanisme pengelolaannya mengikuti model Jamkesmas, hal tersebut dimaksudkan
agar semua masyarakat miskin terlindungi jaminan kesehatan dan dimasa yang akan
datang dapat dicapai universal coverage. Sampai saat ini masyarakat yang
sudah ada jaminan kesehatan baru mencapai 50,8% dari kurang labih
230 juta jiwa penduduk, hal tersebut dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
KONDISI PENCAPAIAN TARGET JAMINAN KESEHATAN
SAMPAI TAHUN 2009
Jenis Jaminan
|
Jumlah (Juta)
|
Askes Sosial (PNS)
|
14,9
|
Askes Komersial
|
2,2
|
Jamsostek
|
3,9
|
ASABRI
|
2,0
|
Asuransi Lain
|
6.6
|
Jamkesmas
|
76,4
|
Jamkesmas Daerah
|
10,8
|
Jumlah / Total
|
116,8
|
Persentase thd Penduduk (tahun 2009 = 230 jt)
|
50.8%
|
Sumber :
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
Pada tahun
2014 Pusat Jaminan dan Pembiayaan Kesehatan diharapkan sudah terjadi universal
coverage untuk itu strategi yang perlu dibangun dalam rangka universal
coverage adalah :
- Peningkatan cakupan peserta
Pemda (Pemda)
- Peningkatan cakupan peserta
pekerja formal (formal)
- Peningkatan cakupan peserta
pekerja informal (in-formal)
- Peningkatan cakupan peserta
individual (individu)
Peningkatan
cakupan dalam rangka universal coverage tidak mungkin dilakukan dilakukan
secara bertahap dengan strategi sebagaimana dalam tabel sebagai berikut :
PENTAHAPAN
UNIVERSAL COVERAGE 2014
Sumber : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
Untuk
mencapai Universal Coverage pada tahun 2014 maka perlu ada sinergi
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hal yang paling penting dalam
mensinegikan jaminan kesehatan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
adalah masalah pembiayaan. Masyarakat miskin dan tidak mampu yang
terdapat dalam Keputusan Bupati/Walikota akan dibiayai dari APBN, Masyarakat
miskin dan tidak mampu diluar kuota ditanggung oleh Pemerintah Daerah dengan
sumber biaya dari APBD, Kelompok Pekerja dibiayai dari institusi masing-masing
( PNS, ASABRI, JAMSOSTEK) dan kelompok individu (kaya dan sangat kaya)
membiayai diri sendiri dengan asuransi kesehatan komersial atau asuransi
kesehatan lainnya. Untuk itu skenario dalam pembiayaan jaminan kesehatan
dalam rangka universal coverage dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut :
SINERGI PUSAT DAN DAERAH DALAM RANGKA
MENUJU UNIVERSAL COVERAGE
Sumber : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
Sampai saat
ini sudah banyak Pemerintah Daerah yang mempunyai kemampuan menyediakan dana
melalui APBD dalam rangka memberikan jamianan kesehatan bagi masyarakatnya
diluar kuota Jamkesmas. Namun pelaksanaanya antara pemerintah daerah yang satu
dengan pemerintah daerah yang lain berbeda-beda, sampai saat ini
sekurang-kurangnya ada dua nama program dalam pelayanan kesehatan di daerah
yaitu Jaminan Kesehatan Daerah dengan Bapel dan Pelayanan Kesehatan Gratis
untuk semua penduduk.
- C. JAMINAN
KESEHATAN DAERAH
Bagi
Pemerintah Daerah yang mempunyai kemampuan keuangan, maka masyarakat
miskin diluar kuota Jamkesmas pelayanan kesehatannya di tanggung oleh
Pemerintah daerah yang penyelenggaraanya berbeda-beda. Pertanyaan yang harus
terjawab adalah “ Dapatkah uang yang disediakan Pemerintah Daerah dikelola
dengan menggunakan prinsip-prinsip asuransi sosial seperti Jamkesmas dengan
nama Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA)”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut
dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut :
- Undang-Undang Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 22H dinyatakan bahwa daerah
mempunyai kewajiban mengembangkan sistem jaminan sosial. Dengan demikian
maka Pemerintah Daerah diwajibkan mengembangkan sistem jaminan sosial yang
didalamnya adalah termasuk jaminan kesehatan.
- Keputusan Mahkamah Konsititusi
dalam Judicial Review pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004
diputuskan bahwa :
- Undang-Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional Pasal 5 ayat (1) tidak bertentangan dengan UUD 1945
selama dimaksud oleh ketentuan tersebut adalah pembentukan badan
penyelenggara Jaminan Sosial Nasional tingkat Nasional yang berada
dipusat.
- Undang-Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional Pasal 5 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 karena
materi yang terkandung didalamnya telah tertampung dalam Pasal 52 yang
apabila diertahankan keberadaanya akan menimbulkan multitafsir dan
ketidakpastian hukum.
- Undang-Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional Pasal 5 ayat (2) walaupun tidak dimohonkan dalam potitum
namun merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari ayat (3)
sehingga jika dipertahankan keberadaanya akan menimbulkan multitafsir dan
ketidakpastian hukum.
- Undang-Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional Pasal 52yang dimohonkan tidak cukup beralasan.
Menyatakan
Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
- Peraturan Pemerintah Nomor 38
tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota,
dalam lampiran Peraturan Pemerintah tersebut pada huruf B tentang
pembagian urusan pemerintahan Bidang Kesehatan dalam sub bidang pembiayaan
kesehatan Pemerintahan Daerah Provinsi mempunyai kewenangan melakukan 1).
Pengelolaan/penyelenggaraan, bimbingan, pengendalian jaminan pemeliharaan
kesehatan skala provinsi, 2). Bimbingan dan pengendalian penyelenggaraan
jaminan kesehatan nasional ( tugas perbantuan). Sementara Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan melakukan 1).
Pengelolaan/penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan sesuai dengan kondisi lokal, 2).
Menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional ( tugas perbantuan).
Dari tigal
hal tersebut diatas maka Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan Jaminan
Kesehatan Daerah. Namun demikian agar dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Daerah mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan mengikat maka perlu diatur dengan
Peraturan Daerah. Substansi materi pokok yang perlu diatur dalam Peraturan
Daerah tersebut adalah :
- Peserta dan Kepesertaan :
Dalam Bab
ini muatan materi yang perlu diatur adalah hal-hal sebagai berikut :
- Siapa yang akan menjadi peserta
dalam Jamkesda Selatan. Apakah seluruh masyarakat atau hanya masyarakat
miskin saja, bagaimana dengan masyarakat yang selama ini sudah memegang
premi atau dijamin dengan jaminan kesehatan lain, apakah tetap menjadi
peserta dalam Jaminan Kesehatan ini. Sebagaimana diketahui bahwa dalam
Jaminan Kesehatan ada Jaminan Kesehatan bagi PNS, JAMSOSTEK, ASABRI dan
Asuransi Komersial Lainnya.
- Bagaimana mekanisme
pendaftaranya
- Apa bukti/tanda bahwa seseorang
adalah sebagai peserta Jamkesda (apakah cukup dengan KTP atau ada bukti
khusus)
- Apakah perlu dilakukan
klasifikasi terhadap peserta Jaminan Kesehatan ( masyarakat miskin,
masyarakat mampu, masyarakat kaya dengan iur biaya).
- Apa saja hak dan
kewajiban dari Peserta
- Apakah masyarakat diluar
Kabupaten/Kota, boleh menjadi peserta Jamkesda.
- Pembiayaan :
Dalam Bab
Pembiayaan hal –hal yang perludiperhatikan atau yang perlu diatur dalam BAB ini
adalah :
- Premi akan dibayar oleh siapa (
Apakan akan dibayar oleh Pemda) atau peserta tetap akan dikenakan iur
biaya
- Apakah iur biaya akan dipungut
pada saat pelayanan kesehatan atau diawal pada saat menjadi peserta.
- Berapa besaran premi, besaran
premi akan menggambarkan manfaat atau pelayanan kesehatan yang
diterima oleh peserta .
- Bagaimana tatacara pembayaran
kepada PPK setelah melakukan pelayanan kesehatan terhadap peserta
Jamkesda.
- Pelayanan
:
Hal- Hal
yang perlu diatur dalam Bab ini adalah sebagai berikut :
- Apakah semua jenis pelayanan
akan ditanggung oleh jaminan kesehatan ini.
- Bagaimana dengan system rujukan
- Pemberi Pelayanan Kesehatan
(PPK) mana saja yang boleh memberikan pelayanan, apakah hanya Puskesmas
dan Rumah Sakit Pemerintah saja atau semua fasilitas boleh melayani
peserta Jamkesda .
- Bagaimana dengan peserta yang
dirawat di PPK di luar wilayah Pemerintah Kabupaten/Kota. ( Bagaimana
dengan Portabilitas)
- Badan Penyelenggara Jaminan
Kesehatan Daerah (BAPEL) /Pengorganisasian
Badan
Penyelenggaran Jaminan Kesehatan Daerah tersebut mempunyai peranan yang penting
dalam penyelenggaraan Jamkesda, untuk itu hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam Bab tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Kesehatan adalah sebagai berikut
:
- Apa tugas pokok dan fungsi dari
Bapel tersebut.
- Apakah Bapel tersebut merupakan
UPTD atau LTD dari Pemeritah Daerah atau suatu Badan yang independent.
- Apakah UPTD atau LTD tersebut
secara bertahap akan menjadi PK-BLU atau PK- BLUD.
- Siapa saja yang boleh duduk
dalam Bapel dan bagaimana system penggajiannya.
- D.
Kesejahteraan diwujudkan melalui Jamkesmas
Perlunya
dibentuk Pemerintah Republik Indonesia adalah dalam rangka untuk
menciptakan “Law and Order” (ketentraman dan ketertiban) dan untuk
menciptakan “welfare” (Kesejahteraan), hal tersebut dapat dilihat dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alenia ke IV “Kemudian
dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa…. dst.
Salah satu
unsur kesejahteraan adalah kesehatan, sehingga pembentuk Pemerintah
Republik Indonesia sudah menganggap begitu pentingnya masalah kesehatan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan Jaminan Kesehatan
Daerah (Jamkesda) yang diselenggarakan Pemerintah Daerah yang tujuannya adalah
meningkatkan akses masyarakat khususnya masyarakat miskin untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan, maka pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah telah melaksanakan sebagian dari tujuan dibentuknya
suatu Pemerintah Republik Indonesia yaitu dalam rangka untuk menciptakan “Law
and Order” (ketentraman dan ketertiban) dan untuk menciptakan “welfare”
(Kesejahteraan) dimana salah satu unsur kesejahteraan adalah kesehatan.
Pentingnya Perencanaan, Pelaksanaan dalam Tahapan Manajemen Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL)
April 4, 2012 | 9:18 am
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL)
Kemenkes, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama membuka Pertemuan Nasional Perencanaan
dan Evaluasi Program P2PL Tahun 2012 di Bandung (02/04).
“Ada 3 tahapan penting dalam manajemen P2PL yaitu Perencanaan, Pelaksanaan
dan Pengendalian,” ujar Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama dalam sambutannya pada
pertemuan yang mengambil tema “melalui pertemuan nasional P2PL tahun 2012, kita
tingkatkan sinkronisasi pusat, daerah dan UPT.
Dinyatakan, tahap perencanaan merupakan komponen yang sangat penting,
berbasis bukti baik secara ilmiah, data masa lalu maupun secara prediksi dan
juga merupakan Proper Plan Prevent Poor Performance (P5).
“Tahap perencanaan harus dijalankan sesuai dengan aturan” kata Prof. dr.
Tjandra Yoga Aditama.
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama mengatakan untuk tahap pelaksanaan harus
dilakukan sesuai dengan aturan, dilaksanakan secara konsisten, kerja keras dan
perlu mengakomodasi perubahan sesuai aturan. “Sebagai dasar utama tahap
pelaksanaan harus dapat mewujudkan hasil,” tambahnya.
Tahap pengendalian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tahap
perencanaan dan tahap pelaksanaan. Tahap ini berbentuk evaluasi yang dilakukan
terus menerus, dimana ruang lingkupnya meliputi berbagai aspek seperti aspek
keuangan, aspek administrasi, aspek pelaksanaan program dan aspek pencapaian
indikator.
Pada kesempatan tersebut Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama juga menyampaikan
tentang sinkronisasi dan persiapan exit strategy dalam hal bantuan luar negeri.
Sementara mengenai pemotongan anggaran P2PL di tahun 2012 sebesar Rp. 281 M,
harusnya tidak mengurangi kualitas pelaksanaan program dan pencapaian target
kinerja DitJen P2PL. Hal ini telah sesuai dengan 2 prinsip utama yaitu “sharing
the pain” dan “self blocking” sebagaimana petunjuk dan rambu yang ada.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal
Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Pusat Tanggap Respon
Cepat (PTRC): 500-567 dan 081281562620, atau alamat e-mail info@depkes.go.id,