Jumat, 13 Juni 2014

SINGKATAN – SINGKATAN



AIDS                          = Acquired Immune Deficiency Syndrome
APBN                         = Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APD                            = Alat Pelindung Diri
ASKES                       = Asuransi Kesehatan
BLUD                         = Badan Layanan Umum Daerah
BTA                            = Basil Tahan Asam
CST                            = Care Support Treatment
DOTS                         = Directly Observed Treatment Short Course
EKG                           = Elektrokardiogram
FHI                             = Family Health International
HIV                             = Human Immunodeficiency virus
IDI                              = Ikatan Dokter Indonesia
IPTEK                       = Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
ISO                             = Informasi Spesialite Obat
JAMKESKOT          = Jaminan Kesehatan Kota
JAMKESMAS          = Jaminan Kesehatan Masyarakat
KDS                            = Kelompok Dukungan Sebaya
KPAA                         = Kursus Pegawai Administrasi Atas
LSM                           = Lembaga Swadaya Masyarakat
MADUPAHAT         = Masyarakat Peduli Paru Sehat
ODHA                        = Orang Dengan HIV/AIDS
PAAP                         = Pendidikan Ahli Administrasi Perusahaan
PDPI                           = Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
PMO                           = Pengawas Menelan Obat
PPNI                           = Persatuan Perawatan Nasional Indonesia
PPTI                           = Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia
RRI                             = Radio Republik Indonesia
SIK                             = Sistem Informasi Kesehatan
STOK                         = Struktur Organisasi dan Tata Kerja
TBC                            = Tuberculosis
USG                            = Ultrasonografi
VCT                           = Volunter Conseling Testing
WHO                         = World Health Organization
YAI                             = Yayasan Asma Indonesia

Kamis, 12 Juni 2014

BAB IV

PEDOMAN PENULISAN

4.5 Penulisan Daftar Pustaka

1. Daftar pustaka
Daftar pustaka disusun menurut urutan abjad nama belakang penulis pertama. Daftar pustaka ditulis dalam spasi tunggal. Antara satu pustaka dan pustaka berikutnya diberi jarak satu setengah spasi. Baris pertama rata kiri dan baris berikutnya menjorok ke dalam. 

2. Penulisan pustaka:
a. Pustaka dalam bentuk Buku dan Buku Terjemahan :
- Buku :
Penulis, tahun, judul buku (harus ditulis miring) volume (jika ada), edisi (jika ada), nama penerbit dan kota penerbit .
- Buku Terjemahan :
Penulis asli, tahun buku terjemahan, judul buku terjemahan (harus ditulis miring), volume (jika ada), edisi (jika ada), (diterjemahkan oleh : nama penerjemah), nama penerbit terjemahan dan kota penerbit terjemahan.
- Artikel dalam Buku :
Penulis artikel, tahun, judul artikel (harus ditulis miring), nama editor, judul buku (harus ditulis miring), volume (jika ada), edisi (jika ada), nama penerbit dan kota penerbit.

b. Pustaka dalam bentuk artikel dalam majalah ilmiah :
Penulis, tahun, judul artikel, nama majalah (harus ditulis miring sebagai singkatan resminya), nomor, volume dan halaman.

c. Pustaka dalam bentuk artikel dalam seminar ilmiah :
- Artikel dalam prosiding seminar:
Penulis, tahun, judul artikel, Judul prosiding Seminar (harus ditulis miring), kota
seminar.
- Artikel lepas tidak dimuat dalam prosiding seminar:
Penulis, tahun, judul artikel, Judul prosiding Seminar (harus ditulis miring), kota seminar, dan tanggal seminar.

d. Pustaka dalam bentuk Skripsi/tesis/disertasi :
Penulis, tahun, judul skripsi, Skripsi/tesis/Disertasi (harus ditulis miring), nama fakultas/ program pasca sarjana, universitas, dan kota.

e. Pustaka dalam bentuk Laporan penelitian :
Peneliti, tahun, judul laporan penelitian, nama laporan penelitian (harus ditulis miring), nama proyek penelitian, nama institusi, dan kota.

f. Pustaka dalam bentuk artikel dalam surat kabar :
Penulis, tahun, judul artikel, nama surat kabar (harus ditulis miring), nama surat kabar,
tanggal terbit dan halaman.
g. Pustaka dalam bentuk Dokumen paten :
Penemu, tahun, judul paten (harus ditulis miring), paten negara, Nomor.

h. Pustaka dalam bentuk artikel dalam internet (tidak diperkenankan melakukan sitasi
artikel dari internet yang tidak ada nama penulisnya) :
- Artikel majalah ilmiah versi cetakan :
Penulis, tahun, judul artikel, nama majalah (harus ditulis miring sebagai singkatan resminya), nomor, volume dan halaman.
- Artikel majalah ilmiah versi online
Penulis, tahun, judul artikel, nama majalah ((harus ditulis miring sebagai singkatan resminya), nomor, volume, halaman dan alamat website.
- Artikel umum
Penulis, tahun, judul artikel, alamat website (harus ditulis miring), diakses tanggal
……...

CATATAN :
a. Nama penulis lebih dari satu kata
Jika nama penulis terdiri atas 2 nama atau lebih, cara penulisannya menggunakan nama keluarga atau nama utama diikuti dengan koma dan singkatan nama-nama lainnya masingmasing diikuti titik.
Contoh : Soeparna Darmawijaya ditulis : Darmawijaya, S. Shepley L. Ross ditulis : Ross, S. L.

b. Nama yang diikuti dengan singkatan
Nama utama atau nama keluarga yang diikuti dengan singkatan, ditulis sebagai nama yang menyatu.
Contoh : Mawardi A.I. ditulis : Mawardi, A.I. William D. Ross Jr., ditulis Ross Jr., W.D.

c. Nama dengan garis penghubung
Nama yang lebih dari dua kata tetapi merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dirangkai dengan garis penghubung.
Contoh : Ronnie McDouglas ditulis: McDouglas, R. Hassan El-Bayanu ditulis: El-Bayanu, H. Edwin van de Sart ditulis: van de Sart, E.

d. Penulisan gelar kesarjanaan
Gelar kesarjanaan dan gelar lainnya tidak boleh dicantumkan dalam penulisan nama, kecuali dalam ucapan terima kasih atau prakata.

e. Gunakan istilah “anonim” untuk referensi tanpa nama penulis

f. Dalam daftar pustaka, semua nama penulis harus dicantumkan tidak boleh menggunakan dkk. atau et al.

Contoh Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1992, HyperchemTM Release 3 for Windows : Manual, Autodesk Inc., Tulsa.

Boyce, W., and Diprima, R., 1977, Elementary Differential Equations and Boundary Value Problems, 3rd ed., Wiley, New York.

Bourbaki, N., 1966, Elements of Mathematics: General Topology, PartI, Addison- Wesley Publishing Company, Paris.

Bowers, JR. N. L., Gerber, H.U., Hickman, J.C., Jones, D.A., and Nesbitt, C.J., 1997, Actuarial Mathematics, The Society of Actuaries, Illinois.

Brauer, F. and Castillo-Chavez, C., 2001, Mathematical Models in Population Biology and Epidemiology, Springer-Verlag, Inc., New York, New York.

Cheney, W., 2001, Analysis for Applied Mathematics, Springer, New York.

Dai, L., 1989, Lecture Notes in Control and Information Sciences: Singular Control System, Springer- Verlag, Inc., New York.

Durbin, J.R., 1979, Modern Algebra: An Introduction, John Wiley & Sons, Inc., Canada.

Hirsch, M. and Smale, S., 1974, Differential Equations, Dynamical Systems, and Linear Algebra, Academic Press, Inc., London.

Horn, R. A. and Johnson, C. R., 1999, Matrix Analysis, Cambridge University Press, Cambridge.

Husna, A., 2002, Sistem Linear dan Beberapa Aplikasinya, Skripsi, Jurusan Matematika FMIPA  UGM, Yogyakarta.

Lang, S., 1997, Undergraduate Analysis, Springer-Verlag, Inc., New York.

Lee P.Y., 1989, Lanzhou Lectures on Henstock Integration, World Scientific, Singapore.

Lee P.Y. & VĂ½bornĂ½, R., 2000, The Integral: An Easy Approach after Kurzweil and Henstock, Cambridge University Press, Cambridge.

Leung, D.H. and Tang, W., 2000, Functions of Baire Class One, http://www.arXiv:math.CA/0005013v1, 2 May 2000, diakses 12 Nopember 2007.

Malik, S.C. and Arora, S., 1992, Mathematical Analysis, 2nd. Edition, John Wiley & Sons, New York.

Nagle, R. K., Saff, E. B., and Snider, A. D., 2004, Fundamentals of Differential Equations and Boundary Value Problems, Pearson Education Inc., Boston.

Nayfeh, A. H. and Balachandran, B., 1995, Applied Nonlinear Dynamics: Analytical, Computational, and Experimental Methods, John Wiley and Sons, Inc., New York.

Pochet, Y. and Wolsey, L. A., 2006, Production Planning by Mixed Integer Programming, Springer, USA.

Ross, S.L., 1984, Differential Equations, John Wiley and Sons, Inc., Singapore.

Salmah, 2006, Aplikasi Permainan Dinamis Linear Kuadratis Sistem Deskriptor pada Interaksi Fiskal di EMU, Prosiding Konferensi Nasional Matematika XIII UNNES, 24 – 27 Juli 2006, hlm. 815 – 821.

Widodo, 2006, Asymptotical Stability of Frobenius-Perron Operator Induced by Expanding Piecewise Linear Function, Journal of the Indonesian Mathematical Society, Vol. 12 No. 1, April 2006, pp. 73 – 82.

Menemani Ibu-Ibu Melawan Stress


JAWA POS, 06 Maret 2013


MIRIS rasanya melihat tayangan berita TV maupun membaca berita akhir-akhir ini tentang kriminalitas menonjol yang dilakukan perempuan, sosok ibu yang seharusnya melindungi buah hatinya. Ibu membunuh anak kandungnya dengan membenamkan kepala sang anak ke bak mandi dengan alasan malu karena kemaluan anaknya mengecil setelah disunat. Kasus lain, perempuan di Malang, Jawa Timur, membunuh anak kandungnya dengan cara meminumkan obat serangga, kemudian bunuh diri dengan cara gantung diri. Kasus-kasus semacam ini muncul dan tenggelam, tapi tetap mengejutkan. 

Memang, tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terus berjalan tanpa menunggu siapa pun. Ketegangan atau stres menjadi gejala umum. Terlebih pada ibu yang mengemban tanggung jawab lebih besar dalam mendidik dan mengasuh anak. Anak-anak umumnya menghabiskan sebagian besar waktu mereka bersama ibu daripada dengan ayah. 

Bila diamati, baik ibu yang mengejar karir maupun bekerja mengurus rumah tangga, lebih letih dan rentan terhadap stres. Hubungan dengan anak dan suami maupun hubungan dengan orang-orang dalam lingkungan, kepribadian ibu, tuntutan fisiologis ibu, dan berbagai hal yang tidak bisa dikontrol oleh ibu merupakan sumber stres. Belum lagi problem psikologis yang sering menghantui mereka jika penampilan dan "kepemilikan"-nya tidak sama dengan lingkungan sekitarnya. Bahkan, jika semua kebutuhan materi dipenuhi oleh sang suami, berbagai tingkat kebosanan cepat menyerangnya. 

Seorang ibu yang bekerja, setelah berkutat dengan berbagai urusan pekerjaan, begitu kembali ke rumah mereka diharuskan mengurus anak dan melayani suami. Mempertahankan keluarga agar tetap harmonis dan menjadikan rumah sebagai surga bagi anggota keluarga tidaklah mudah.

Sebuah penelitian ilmiah menunjukkan paradoks aneh. Yakni, para wanita yang percaya bahwa karir dan rumah tangga dapat berjalan seimbang berisiko terkena depresi jauh lebih tinggi dibandingkan para wanita karir yang menerima kenyataan bila karir dan rumah tangga sulit berjalan dengan seimbang. 

Melihat ini semua, sudah selayaknya kita mulai merenung dan introspeksi diri karena peristiwa-peristiwa dalam hidup pasti ada sebab dan akibatnya. Apakah para ibu yang notabene sudah melakukan banyak peran itu mengalami stres? Sebab, apabila kondisi stres ini tidak ditangani secara serius, sangat dimungkinkan akan berpengaruh terhadap cara mengasuh anak. Pada akhirnya tanpa disadari hal itu dapat menyakiti anak-anak, baik secara verbal maupun fisik, bahkan berakibat mematikan.


Stres Maladaptif 

Ketika mengalami stres, orang menggunakan energi fisik, psikis, sosial budaya, dan spiritual untuk beradaptasi. Jumlah energi yang dibutuhkan dan efektivitasnya bergantung pada intensitas, lingkup, dan jangka waktu stressor, serta jumlah stressor lain. Namun, ketika stres tidak dapat diadaptasi dengan baik, akan timbul stres maladapatif. Kiranya inilah faktor umum penyebab perilaku tak terkontrol. Meskipun begitu, perlu pemeriksaan detail untuk memastikan problem psikologi memang dialami para ibu yang bertindak kebablasan.

Lebih jauh, sudah selayaknya seorang perempuan mempunyai sumber dukungan yang lebih kuat jika dibandingkan dengan kaum Adam. Mereka harus mendapatkan jaminan tidak hanya material, tetapi juga spiritual dan emosional untuk mengompensasi stres yang dirasakan. Terlebih untuk para ibu di kelompok marginal yang selama ini terbelit kemiskinan dan keterbelakangan. 

Perlu dibentuk kelompok (klub) yang beranggota ibu-ibu dengan mentor orang-orang yang ahli di bidangnya untuk mengatasi hal ini. Dalam kelompok tersebut dibuat sebuah komunitas yang terdiri atas orang-orang yang senasib sepenanggungan, dan sekali-kali perlu didatangkan "bintang tamu" yang dapat memberikan energi baru agar mereka bisa berbuat dan melakukan sesuatu.

Di dalam kelompok itu individu-individu akan merasa dibimbing dan diarahkan untuk mengungkapkan pikiran secara bebas. Mereka juga dapat bertukar pikiran layaknya anak kuliah yang sedang berdiskusi dengan teman dan dosennya. Masukan-masukan itu akan memberikan wacana baru dan membuka pikiran untuk melihat sesuatu di luar kebiasaan dan rutinitas. Biarkan mereka keluar dari tempurung untuk melihat dunia yang begitu luas dengan kemungkinan nyaris tak terbatas.

Dengan ini semua, kiranya baik dari segi psikologis, emosional, maupun kognitif, seseorang dapat mengambil sebuah keputusan dan tindakan yang lebih tepat. Mereka pun dapat menahan diri untuk melakukan hal-hal yang sekiranya tidak pada jalurnya. ●

MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA



Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibGhcGODUlz1x1I8imlYHRfqRGrf7y3hFurWkO0nqAsvqklZUwigW9oNCF1ggODP04RF3iRXkBOBWzMVSrnTCbUYTmqQOox6tXT0Eg39H74iqugIA7cmCcpXP__kAMLgQARZrhENkgnntE/s320/45.jpg
MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA
(dr. Nengah Adnyana Oka M., M.Kes.)
                Sehat merupakan kondisi optimal fisik, mental dan sosial seseorang sehingga dapat memiliki produktivitas, bukan hanya terbebas dari bibit penyakit. Kondisi sehat dapat dilihat dari dimensi produksi dan dimensi konsumsi. Dimensi produksi memandang keadaan sehat sebagai salah satu modal produksi atau prakondisi yang dibutuhkan seseorang sehingga dapat beraktivitas yang produktif.
Salah satu upaya mewujudkannya dalam industri dikembangkan konsep kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Dimensi konsumsi menjelaskan manfaat sehat sebagai kondisi yang dibutuhkan setiap manusia untuk dinikmati sehingga perlu disyukuri. Dimensi ini melahirkan pemahaman upaya manusia untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan agar terhindar dari penyakit dan masalah kesehatan. Usaha-usaha preventif dan promotif seperti gizi, sanitasi, konseling genetika, asuransi, estetika termasuk di dalamnya.
            Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, mempromosikan kesehatan dan efisiensi dengan menggerakkan potensi seluruh masyarakat. Konsep kesehatan masyarakat berkaitan dengan perubahan perilaku sehat akan lebih terbentuk dan bertahan lama bila dilandasi kesadaran sendiri (internalisasi) sehingga konsep upaya sehat dari, oleh dan untuk masyarakat sangat tepat diterapkan.
            Pemerintah Indonesia sudah mengembangkan konsep Desa Siaga yang menggunakan pendekatan pengenalan dan pemecahan masalah kesehatan dari, oleh dan untuk masyarakat sendiri. Peranan petugas kesehatan sebagai stimulator melalui promosi kesehatan dilakukan dengan memberikan pelatihan penerapan Desa Siaga. Kegiatan diwujudkan melalui rangkaian pelatihan mengidentifikasi masalah kesehatan dengan mengenalkan masalah kesehatan dan penyakit yang banyak terjadi dalam lingkungan mereka dilanjutkan survey mawas diri (SMD) dan aplikasi upaya mengatasi yang disepakati masyarakat berupa musyawarah masyarakat desa (MMD). Harapan pemerintah agar upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dapat lebih cepat dan lebih awet karena masyarakat mampu mandiri untuk sehat.
            Tanpa pemahaman terhadap penyakit dan masalaah kesehatan masyarakat oleh petugas kesehatan maka tidak akan memiliki dasar pemahaman yang kuat. Implikasinya akan terjadi     semakin jauh kesenjangan pemahaman konsep penyakit dan masalah kesehatan antara petugas kesehatan dan masyarakat sehingga gagal dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Masalah Kesehatan Masyarakat
            Untuk memahami masalah kesehatan yang sering ditemukan di Indonesia perlu dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain masalah perilaku kesehatan, lingkungan, genetik dan pelayanan kesehatan yang akan menimbulkan berbagai masalah lanjutan seperti masalah kesehatan ibu dan anak, masalah gizi dan penyakit-penyakit baik menular maupun tidak menular. Masalah kesehatan tersebut dapat terjadi pada masyarakat secara umum atau komunitas tertentu seperti kelompok rawan (bayi, balita dan ibu), kelompok lanjut usia dan kelompok pekerja.
  1. Masalah Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan bila mengacu pada penelitian Hendrik L. Blum di Amerika Serikat  memiliki urutan kedua faktor yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat setelah faktor lingkungan. Di Indonesia diduga faktor perilaku justru menjadi faktor utama masalah kesehatn sebagai akibat masih rendah pengetahuan kesehatan dan faktor kemiskinan. Kondisi tersebut mungkin terkait tingkat pendidikan yang mempengaruhi pengetahuan masyarakat untuk berperilaku sehat. Terbentuknya perilaku diawali respon terhadap stimulus pada domain kognitif berupa pengetahuan terhadap obyek tersebut, selanjutnya menimbulkan respon batin (afektif) yaitu sikap terhadap obyek tersebut. Respon tindakan (perilaku) dapat timbul setelah respon pengetahuan dan sikap yang searah (sinkron) atau langsung tanpa didasari kedua respon di atas. Jenis perilaku ini cenderung tidak bertahan lama karena terbentuk tanda pemahaman manfaat berperilaku tertentu.
Proses terbentuknya sebuah perilaku yang diawali pengetahuan membutuhkan sumber pengetahuan dan diperoleh dari pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada sasaran sehingga pengetahuan sasaran terhadap sesuatu masalah meningkat dengan harapan sasaran dapat berperilaku sehat.
Sikap setuju terhadap suatu perilaku sehat dapat terbentuk bila pengetahuan yang mendasari perilaku diperkuat dengan bukti manfaat karena perilaku seseorang dilandasi motif. Bila seseorang dapat menemukan manfaat dari berperilaku sehat yang diharapkan oleh petugas kesehatan maka terbentuklah sikap yang mendukung.
Perilaku sendiri menurut Lawrence Green dilatarbelakangi 3 faktor pokok yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling factors) dan faktor penguat (reinforcing factors). Oleh sebab tersebut maka perubahan perilaku melalui pendidikan kesehatan perlu melakukan intervensi terhadap ketiga faktor tersebut di atas sehingga masyarakat memiliki perilaku yang sesuai nilai-nilai kesehatan (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
  1. Masalah Kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terbentuknya derajat kesehatan masyarakat yang optimum pula. Masalah kesehatan lingkungan meliputi penyehatan lingkungan pemukiman, penyediaan air bersih, pengelolaan limbah dan sampah serta pengelolaan tempat-tempat umum dan pengolahan makanan.
     2. Penyehatan lingkungan pemukiman
Lingkungan pemukiman secara khusus adalah rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk yang tidak diikuti pertambahan luas tanah cenderung menimbulkan masalah kepadatan populasi dan lingkungan tempat tinggal yang menyebabkan berbagai penyakit serta masalah kesehatan. Rumah sehat sebagai prasyarat berperilaku sehat memiliki kriteria yang sulit dapat dipenuhi akibat kepadatan populasi yang tidak diimbangi ketersediaan lahan perumahan. Kriteria tersebut antara lain luas bangunan rumah minimal 2,5 m2 per penghuni, fasilitas air bersih yang cukup, pembuangan tinja, pembuangan sampah dan limbah, fasilitas dapur dan  ruang berkumpul keluarga serta gudang dan kandang ternak untuk rumah pedesaan. Tidak terpenuhi syarat rumah sehat dapat menimbulkan masalah kesehatan atau penyakit baik fisik, mental maupun sosial yang mempengaruhi produktivitas keluarga dan pada akhirnya mengarah pada kemiskinan dan masalah sosial.
     3. Penyediaan air bersih
Kebutuhan air bersih terutama meliputi air minum, mandi, memasak dan mencuci. Air minum yang dikonsumsi harus memenuhi syarat minimal sebagai air yang dikonsumsi. Syarat air minum yang sehat antara lain syarat fisik, syarat bakteriologis dan syarat kimia. Air minum sehat memiliki karakteristik tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, suhu di bawah suhu udara sekitar (syarat fisik), bebas dari bakteri patogen (syarat bakteriologis) dan mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang dipersyaratkan (syarat kimia). Di Indonesia sumber-sumber air minum dapat dari air hujan, air sungai, air danau, mata air, air sumur dangkal dan air sumur dalam. Sumber-sumber air tersebut memiliki karakteristik masing-masing yang membutuhkan pengolahan sederhana sampai modern agar layak diminum.
Tidak terpenuhi kebutuhan air bersih dapat menimbulkan masalah kesehatan atau penyakit seperti infeksi kulit, infeksi usus, penyakit gigi dan mulut dan lain-lain.
     4.  Pengelolaan limbah dan sampah
Limbah merupakan hasil buangan baik manusia (kotoran), rumah tangga, industri atau tempat-tempat umum lainnya. Sampah merupakan bahan atau benda padat yang dibuang karena sudah tidak digunakan dalam kegiatan manusia. Pengelolaan limbah dan sampah  yang tidak tepat akan menimbulkan polusi terhadap kesehatan lingkungan.
Pengolahan kotoran manusia membutuhkan tempat yang memenuhi syarat agar tidak menimbulkan kontaminasi terhadap air dan tanah serta menimbulkan polusi bau dan mengganggu estetika. Tempat pembuangan dan pengolahan limbah kotoran manusia berupa jamban dan septic tank harus memenuhi syarat kesehatan karena beberapa penyakit disebarkan melalui perantaraan kotoran.
Pengelolaan sampah meliputi sampah organik, anorganik serta bahan berbahaya, memiliki 2 tahap pengelolaan yaitu pengumpulan dan pengangkutan sampah serta pemusnahan dan pengolahan sampah.
Pengelolaan limbah ditujukan untuk menghindarkan pencemaran air dan tanah sehingga pengolahan limbah harus menghasilkan limbah yang tidah berbahaya. Syarat pengolahan limbah cair meliputi syarat fisik, bakteriologis dan kimia. Pengolahan air limbah dilakukan secara sederhana dan modern. Secara sederhana pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan pengenceran (dilusi), kolam oksidasi dan irigasi, sedangkan secara modern menggunakan Sarana atau Instalasi Pengolahan Air Limbah (SPAL/IPAL).
  1. Pengelolaan tempat-tempat umum dan pengolahan makanan
Pengelolaan tempat-tempat umum meliputi tempat ibadah, sekolah, pasar dan lain-lain sedangkan pengolahan makanan meliputi tempat pengolahan makanan (pabrik atau industri makanan) dan tempat penjualan makanan (toko, warung makan, kantin, restoran, cafe, dll). Kegiatan berupa pemeriksaan syarat bangunan, ketersediaan air bersih serta pengolahan limbah dan sampah.
    2.  Masalah Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang bermutu akan menghasilkan derajat kesehatan optimal. Tercapainya pelayanan kesehatan yang sesuai standar membutuhkan syarat ketersediaan sumber daya dan prosedur pelayanan.
Ketersediaan sumber daya yang akan menunjang perilaku sehat masyarakat untuk memanfaat pelayanan kesehatan baik negeri atau swasta membutuhkan prasyarat sumber daya manusia (petugas kesehatan yang profesional), sumber daya sarana dan prasarana (bangunan dan sarana pendukung) seta sumber daya dana (pembiayaan kesehatan).
   3.  Petugas kesehatan yang profesional
Pelaksana pelayanan kesehatan meliputi tenaga medis, paramedis keperawatan, paramedis non keperawatan dan non medis (administrasi). Profesionalitas tenaga kesehatan yang memberi pelayanan kesehatan ditunjukkan dengan kompetensi dan taat prosedur.
Saat ini masyarakat banyak menerima pelayanan kesehatan di bawah standar akibat kedua syarat di atas tidak dipenuhi. Keterbatasan ketenagaan di Indonesia yang terjadi karena kurangnya tenaga sesuai kompetensi atau tidak terdistribusi secara merata melahirkan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan tidak sesuai kompetensinya. Kurangnya pengetahuan dan motif ekonomi sering menjadikan standar pelayanan belum dikerjakan secara maksimal. Masyarakat cenderung menerima kondisi tersebut karena ketidaktahuan dan keterpaksaan. Walaupun pemerintah telah banyak melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia baik melalui peraturan standar kompetensi tenaga kesehatan maupun program peningkatan kompetensi dan pemerataan distribusi tenaga kesehatan tetapi belum seluruh petugas kesehatan mendukung. Hal tersebut terkait perilaku sehat petugas kesehatan yang masih banyak menyimpang dari tujuan awal keberadaannya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kuratif masih memimpin sedangkan aspek preventif dan promotif dalam pelayanan kesehatan belum dominan. Perilaku sehat masyarakat pun mengikuti saat paradigma sehat dikalahkan oleh perilaku sakit, yaitu memanfaatkan pelayanan kesehatan hanya pada saat sakit.
  1. Sarana bangunan dan pendukung
Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung pelayanan kesehatan saat ini diatasi dengan konsep Desa Siaga yaitu konsep memandirikan masyarakat untuk sehat. Sayangnya kondisi tersebut tidak didukung sepenuhnya oleh masyarakat karena lebih dominannya perilaku sakit. Pemerintah sendiri selain dana APBN dan APBD, melalui program Bantuan Operasional Kegiatan (BOK) Puskesmas dan program pengembangan sarana pelayanan kesehatan rujukan telah banyak meningkatkan mutu sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di Indonesia.
     2. Pembiayaan kesehatan
Faktor pembiayaan seringkali menjadi penghambat masyarakat mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas. Faktor yang merupakan faktor pendukung (enabling factors) masyarakat untuk berperilaku sehat telah dilakukan di Indonesia melalui asuransi kesehatan maupun dana pendamping. Sebut saja asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil (PT. Askes), polisi dan tentara (PT. Asabri), pekerja sektor industri (PT. Jamsostek), masyarakat miskin (Jamkesmas Program Keluarga Harapan), masyarakat tidak mampu (Jamkesda) bahkan masyarakat umum (Jampersal dan asuransi perorangan). Namun tetap saja masalah pembiayaan kesehatan menjadi kendala dalam mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu terkait kesadaran masyarakat berperilaku sehat. Perilaku sakit masih dominan sehingga upaya kuratif yang membutuhkan biaya besar cenderung menyebabkan dana tidak tercukupi atau habis di tengah jalan. Karena itu diperlukan perubahan paradigma masyarakat menjadi Paradigma Sehat melalui Pendidikan Kesehatan oleh petugas kesehatan secara terus menerus.
     3. Masalah Genetik
Beberapa masalah kesehatan dan penyakit yang disebabkan oleh faktor genetik tidak hanya penyakit keturunan seperti hemophilia, Diabetes Mellitus, infertilitas dan lain-lain tetapi juga masalah sosial seperti keretakan rumah tangga sampai perceraian, kemiskinan dan kejahatan. Masalah kesehatan dan penyakit yang timbul akibat faktor genetik lebih banyak disebabkan kurang paham terhadap penyebab genetik, disamping sikap penolakan karena faktor kepercayaan. Agar masyarakat dapat berperilaku genetik yang sehat diperlukan intervensi pendidikan kesehatan disertai upaya pendekatan kepada pengambil keputusan (tokoh agama, tokoh masyarakat dan penguasa wilayah). Intervensi berupa pendidikan kesehatan melalui konseling genetik, penyuluhan usia reproduksi, persiapan pranikah dan pentingnya pemeriksaan genetik dapat mengurangi resiko munculnya penyakit atau masalah kesehatan pada keturunannya.
SIMPULAN
Kesehatan masyarakat memiliki tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan menggerakkan seluruh potensi masyarakat. Dapat diartikan bahwa perilaku sehat masyarakat harus ditingkatkan dan dipelihara oleh petugas kesehatan. Kondisi masalah kesehatan di Indonesia sebagian besar terkait perilaku masyarakat dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung menuju perilaku hidup sehat. Upaya merubah perilaku masyarakat menjadi perilaku sehat dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan atau secara khusus promosi kesehatan. Atas dasar keadaan tersebut maka wajib bagi petugas kesehatan memiliki kompetensi melakukan promosi kesehatan.










JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT SALAH SATU CARA MENSEJAHTEKARAN RAKYAT
14/Dec/2010

Description: News Title


JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT SALAH SATU CARA

MENSEJAHTEKARAN RAKYAT






  1. A.     Pendahuluan




Pembangunan kesehatan adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional, dalam pembangunan kesehatan tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.  Kenyataan yang terjadi sampai saat ini derajat kesehatan masyarakat masih rendah khususnya masyarakat miskin, hal ini dapat digambarkan bahwa angka kematian ibu dan angka kematian bayi bagi masyarakat miskin tiga kali lebih tinggi dari masyarakat tidak miskin. Salah satu penyebabnya adalah karena mahalnya biaya kesehatan sehingga akses ke pelayanan kesehatan pada umumnya masih rendah.  Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup (Susenas, 2003) dan AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003).

Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan didalam pelayanan kesehatan terutama yang terkait dengan biaya pelayanan kesehatan, ketimpangan tersebut diantaranya diakibatkan perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran swadana (out of pocket). Biaya kesehatan yang mahal dengan pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket semakin mempersulit masyarakat untuk melakukan akses ke palayanan kesehatan.

Selama ini dari aspek  pengaturan masalah kesehatan baru di atur dalam tataran Undang-Undang dan peraturan yang ada dibawahnya, tetapi sejak Amandemen UUD 1945 perubahan ke dua dalam Pasal 28H Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dalam Amandemen UUD 1945 perubahan ke tiga Pasal 34 ayat (3) dinyatakan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.

Untuk memenuhi dan mewujudkan hak bagi setiap warga negara dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan kewajiban pemerintah penyediaan fasilitas kesehatan sebagai amanat UUD 1945 serta  kesehatan adalah merupakan kesehatan merupakan Public Good maka dibutuhkan intervensi dari Pemerintah.  




  1. B.    Jaminan Kesehatan Masyarakat


Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, krisis moneter yang terjadi sekitar tahun 1997 telah memberikan andil meningkatkan biaya kesehatan berlipat ganda, sehingga menekan akses penduduk, terutama penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan. Hambatan utama pelayanan kesehatan masyarakat miskin adalah masalah pembiayaan kesehatan dan transportasi. Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan pelayanan kesehatan yang mendorong peningkatan biaya kesehatan, diantaranya perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket, dan subsidi pemerintah untuk semua lini pelayanan, disamping inflasi di bidang kesehatan yang melebihi sektor lain.



Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan,  sejak tahun 1998 Pemerintah melaksanakan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Dimulai dengan pengembangan Program Jaring Pengaman Sosial (JPS-BK) tahun 1998 – 2001,  Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE) tahun 2001 dan Program Kompensasi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) Tahun 2002-2004.  Program-program tersebut diatas berbasis pada ‘provider’ kesehatan (supply oriented), dimana dana disalurkan langsung ke Puskesmas dan Rumah Sakit. Provider kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) berfungsi ganda yaitu sebagai pemberi pelayanan kesehatan (PPK) dan juga mengelola pembiayaan atas pelayanan kesehatan yang diberikan. Kondisi seperti ini menimbulkan beberapa permasalahan antara lain terjadinya defisit di beberapa Rumah Sakit dan sebaliknya dana yang berlebih di Puskesmas, juga menimbulkan fungsi ganda pada  PPK yang harus berperan sebagai ‘Payer’ sekaligus ‘Provider’.

Dengan di Undangkannya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan perubahan yang mendasar bagi perasuransian di Indonesia khusunya Asuransi Sosial dimana salah satu program jaminan sosial adalah jaminan kesehatan. Dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 dinayatakan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan agar peserta memperolah manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan dasar,  hal ini merupakan salah satu bentuk atau cara agar masyarakat dapat dengan mudah melakukan akses ke fasilitas kesehatan atau mendapatkan pelayanan kesehatan. Namun demikian undang-Undang tersebut belum dapat di implementasikan mengingat aturan pelaksanaan berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden sampai dengan saat ini belum satupun diundangkan kecuali Keputusan Presiden tentang Pengangkatan Dewan Jaminan Sosial Nasional. Belum dapat diimplementasikannya Undang– Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional semakin membuat kelompok masyarakat tertentu yaitu masyarakat miskin dan tidak mampu sulit untuk mendapatkan pelayanan.



Sejak awal agenda 100 hari Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu jilid satu telah berupaya untuk mengatasi hambatan dan kendala terkait dengan pelayanan kesehatan khusunya pelayanan kesehatan bagi  masyarakat miskin dan tidak mampu yaitu  kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu dengan nama Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN). PT Askes (Persero) dalam pengelolaan Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN) didasarkan pada Undang-Undang Nomor ........ tentang Badan Umum Milik Negara dimana dalam Pasal ...... dinyatakan bahwa ................



Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu dengan mana program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) mengacu pada prinsip-prinsip asuransi sosial:


  1. Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu.

  1. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan rasional.

  1. Pelayanan Terstruktur, berjenjang dengan Portabilitas dan ekuitas.

  1. Transparan dan akuntabel.




Pada semester I tahun 2005, penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin dikelola sepenuhnya oleh PT Askes (Persero) meliputi pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan rujukan di RS dengan sasaran sejumlah 36.146.700 jiwa sesuai data BPS tahun 2004. Dalam perjalanannya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di semester I tahun 2005, ditemukan permasalahan yang utama yaitu perbedaan data jumlah masyarakat miskin BPS dengan data jumlah masyarakat miskin di setiap daerah disertai beberapa permasalahan lainnya antara lain: program belum tersosialisasi dengan baik, penyebaran kartu peserta belum merata, keterbatasan sumber daya manusia PT Askes (Persero) di lapangan, minimnya biaya operasional dan manajemen di Puskesmas, kurang aktifnya Posyandu dan lain-lain.



Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka pada semester II tahun 2005, mekanisme penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin diubah. Untuk pembiayaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya disalurkan langsung ke Puskemas melalui bank BRI. PT Askes (Persero) hanya mengelola pelayanan kesehatan rujukan bagi masyarakat miskin di Rumah Sakit (RS).  Disamping itu sasaran program disesuaikan menjadi 60.000.000 jiwa.



Berdasarkan pengalaman-pengalaman pelayanan kesehatan di masa lalu dan upaya untuk mewujudkan sistem pembiayaan yang efektif dan efisien masih perlu diterapkan mekanisme jaminan kesehatan yang berbasis asuransi sosial. Penyelenggaraan program ini melibatkan beberapa pihak yaitu Pemerintah Pusat  (Departemen Kesehatan), Pemerintah Daerah, Pengelola Jaminan Kesehatan (PT.Askes (Persero)), dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yaitu Puskesmas dan Rumah Sakit dimana masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan tujuan yang sama yaitu mewujudkan pelayanan kesehatan dengan biaya dan mutu yang terkendali.



Berlandaskan pada upaya pengembangan sistem jaminan tersebut pada tahun 2006, penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang meliputi pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan rujukan di Rumah Sakit dikelola sepenuhnya melalui mekanisme asuransi sosial oleh PT Askes (Persero).

Dengan pertimbangan pengendalian biaya pelayanan kesehatan, peningkatan mutu, transparansi dan akuntabiltas, serta mengingat keterbatasan pendanaan, dilakukan perubahan pengelolaan program Askeskin pada tahun 2008, dengan memisahkan  fungsi pengelolaan dengan fungsi pembayaraan dengan didukung penempatan tenaga verifikator di setiap Rumah Sakit. Selain itu mulai di berlakukannya Tarif Paket Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin di Rumah Sakit dengan nama program berubah menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS).  Peserta Jamkesmas telah dibagi dalam bentuk Kuota disetiap Kabupaten/Kota berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2006. kuota tersebut menimbulkan persoalan mengingat masih banyak masyarakat miskin di Kabupaten/Kota yang tidak masuk/menjadi peserta Jamkesmas sementara kebijakan Jamkemas adalah bagi masyarakat miskin diluar Kuota yang ditetapkan maka menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah

Program ini telah berjalan memasuki tahun ke–5 (lima) dan telah banyak hasil yang dicapai terbukti dengan terjadinya kenaikan yang luar biasa dari pemanfaatan program ini dari tahun ke tahun oleh masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu dan pemerintah telah meningkatkan jumlah masyarakat yang dijamin maupun pendanaannya.  Pelaksanaan Jamkesmas 2009 merupakan kelanjutan pelaksanaan Jamkesmas 2008 dengan penyempurnaan dan peningkatan yang mencakup aspek kepesertaan, pelayanan kesehatan, pendanaan, organisasi dan manajemen. Untuk aspek kepesertaan, Jamkesmas mencakup 76,4 juta jiwa dengan dilakukan updating peserta Jamkesmas di Kabupaten/Kota, optimalisasi data masyarakat miskin, termasuk gelandangan, pengemis, anak terlantar dan masyarakat miskin tanpa identitas. Peningkatan peran pemerintah daerah dalam berkontribusi terhadap masyarakat miskin di luar kuota. Dalam program ini, masih melibatkan PT Askes (Persero) yaitu  melaksanakan tugas dalam manajemen kepesertaan Jamkesmas, Dilakukan peningkatan pelayanan kesehatan dan penerapan sistem Indonesian Diagnosis Related Group (INA–DRG) dalam upaya kendali biaya dan kendali mutu pada seluruh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) lanjutan sejak 1 Januari 2009.

Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu selanjutnya disebut peserta Jamkesmas, sejumlah 76,4 juta jiwa bersumber dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran peserta secara Nasional oleh Menteri Kesehatan RI (Menkes) sesuai SK Menkes Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 yang telah ditetapkan nomor, nama dan alamatnya melalui SK Bupati/Walikota tentang penetapan peserta Jamkesmas  serta gelandangan, pengemis, anak terlantar, masyarakat miskin yang tidak memiliki identitas, pasien sakit jiwa kronis, penyakit kusta dan sasaran Program Keluarga Harapan (PKH) yang belum menjadi peserta Jamkesmas.

Apabila masih terdapat masyarakat miskin yang tidak terdapat dalam kuota Jamkesmas, pembiayaan kesehatannya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat dan mekanisme pengelolaannya mengikuti model Jamkesmas, hal tersebut dimaksudkan agar semua masyarakat miskin terlindungi jaminan kesehatan dan dimasa yang akan datang dapat dicapai universal coverage. Sampai saat ini masyarakat yang sudah ada jaminan  kesehatan baru mencapai 50,8% dari kurang labih 230 juta jiwa penduduk, hal tersebut dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:



KONDISI PENCAPAIAN TARGET JAMINAN KESEHATAN

SAMPAI TAHUN 2009












































Jenis Jaminan

Jumlah (Juta)

Askes Sosial (PNS)

14,9

Askes Komersial

2,2

Jamsostek

3,9

ASABRI

2,0

Asuransi Lain

6.6

Jamkesmas

76,4

Jamkesmas Daerah

10,8

Jumlah / Total

116,8

Persentase thd Penduduk (tahun 2009 = 230 jt)

50.8%

Sumber : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan



Pada tahun 2014 Pusat Jaminan dan Pembiayaan Kesehatan diharapkan sudah terjadi universal coverage untuk itu strategi yang perlu dibangun dalam rangka universal coverage adalah :


  1. Peningkatan cakupan peserta Pemda (Pemda)

  1. Peningkatan cakupan peserta pekerja formal (formal)

  1. Peningkatan cakupan peserta pekerja informal (in-formal)

  1. Peningkatan cakupan peserta individual (individu)




Peningkatan cakupan dalam rangka universal coverage tidak mungkin dilakukan dilakukan secara bertahap dengan strategi sebagaimana dalam tabel sebagai berikut :



PENTAHAPAN

UNIVERSAL COVERAGE 2014





  Sumber : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan

Untuk mencapai Universal Coverage pada tahun 2014 maka perlu ada sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hal yang paling penting dalam mensinegikan jaminan kesehatan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah masalah pembiayaan.  Masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdapat dalam Keputusan Bupati/Walikota akan dibiayai dari APBN, Masyarakat miskin dan tidak mampu diluar kuota ditanggung oleh Pemerintah Daerah dengan sumber biaya dari APBD, Kelompok Pekerja dibiayai dari institusi masing-masing ( PNS, ASABRI, JAMSOSTEK) dan kelompok individu (kaya dan sangat kaya) membiayai diri sendiri dengan asuransi kesehatan komersial atau asuransi kesehatan lainnya.  Untuk itu skenario dalam pembiayaan jaminan kesehatan dalam rangka universal coverage dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut :  



SINERGI PUSAT DAN DAERAH DALAM RANGKA

MENUJU UNIVERSAL COVERAGE




















  Sumber : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan

Sampai saat ini sudah banyak Pemerintah Daerah yang mempunyai kemampuan menyediakan dana melalui APBD dalam rangka memberikan jamianan kesehatan bagi masyarakatnya diluar kuota Jamkesmas. Namun pelaksanaanya antara pemerintah daerah yang satu dengan pemerintah daerah yang lain berbeda-beda, sampai saat ini sekurang-kurangnya ada dua nama program dalam pelayanan kesehatan di daerah yaitu Jaminan Kesehatan Daerah dengan Bapel dan Pelayanan Kesehatan Gratis untuk semua penduduk.


  1. C.    JAMINAN KESEHATAN DAERAH


Bagi Pemerintah Daerah yang mempunyai kemampuan keuangan, maka  masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas  pelayanan kesehatannya di tanggung oleh Pemerintah daerah yang penyelenggaraanya berbeda-beda. Pertanyaan yang harus terjawab adalah “ Dapatkah uang yang disediakan Pemerintah Daerah dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip asuransi sosial seperti Jamkesmas dengan nama Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA)”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut :


  1. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 22H dinyatakan bahwa daerah mempunyai kewajiban mengembangkan sistem jaminan sosial. Dengan demikian maka Pemerintah Daerah diwajibkan mengembangkan sistem jaminan sosial yang didalamnya adalah termasuk jaminan kesehatan.

  1. Keputusan Mahkamah Konsititusi dalam Judicial Review pada  Pasal 5 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 diputuskan bahwa :

    1. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (1) tidak bertentangan dengan UUD 1945 selama dimaksud oleh ketentuan tersebut adalah pembentukan badan penyelenggara Jaminan Sosial Nasional tingkat Nasional yang berada dipusat.

  1. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 karena materi yang terkandung didalamnya telah tertampung dalam Pasal 52 yang apabila diertahankan keberadaanya akan menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum.

    1. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (2) walaupun tidak dimohonkan dalam potitum namun merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari ayat (3) sehingga jika dipertahankan keberadaanya akan menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum.

    1. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 52yang dimohonkan tidak cukup beralasan.



Menyatakan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.


  1. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota, dalam lampiran Peraturan Pemerintah tersebut pada huruf B tentang pembagian urusan pemerintahan Bidang Kesehatan dalam sub bidang pembiayaan kesehatan Pemerintahan Daerah Provinsi mempunyai kewenangan melakukan 1). Pengelolaan/penyelenggaraan, bimbingan, pengendalian jaminan pemeliharaan kesehatan skala provinsi,  2). Bimbingan dan pengendalian penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional ( tugas perbantuan). Sementara Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan melakukan 1). Pengelolaan/penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan  Kesehatan      sesuai dengan kondisi lokal, 2). Menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional ( tugas perbantuan).


Dari tigal hal tersebut diatas maka Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Daerah. Namun demikian agar dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Daerah mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan mengikat maka perlu diatur dengan Peraturan Daerah. Substansi materi pokok yang perlu diatur dalam Peraturan Daerah tersebut adalah :


  1. Peserta dan Kepesertaan :


Dalam Bab ini muatan materi yang perlu  diatur adalah hal-hal sebagai berikut :


  1. Siapa yang akan menjadi peserta dalam Jamkesda Selatan. Apakah seluruh masyarakat atau hanya masyarakat miskin saja, bagaimana dengan masyarakat yang selama ini sudah memegang premi atau dijamin dengan jaminan kesehatan lain, apakah tetap menjadi peserta dalam Jaminan Kesehatan ini. Sebagaimana diketahui bahwa dalam Jaminan Kesehatan ada Jaminan Kesehatan bagi PNS, JAMSOSTEK, ASABRI dan Asuransi Komersial Lainnya.

  1. Bagaimana mekanisme pendaftaranya

  1. Apa bukti/tanda bahwa seseorang adalah sebagai peserta Jamkesda (apakah cukup dengan KTP atau ada bukti khusus)

  1. Apakah perlu dilakukan klasifikasi terhadap peserta Jaminan Kesehatan ( masyarakat miskin, masyarakat mampu, masyarakat kaya dengan iur biaya).

  1. Apa saja  hak dan kewajiban dari Peserta

  1. Apakah masyarakat diluar Kabupaten/Kota, boleh menjadi peserta Jamkesda.

  1. Pembiayaan :


Dalam Bab Pembiayaan hal –hal yang perludiperhatikan atau yang perlu diatur dalam BAB ini adalah :


  1. Premi akan dibayar oleh siapa ( Apakan akan dibayar oleh Pemda) atau peserta tetap akan dikenakan iur biaya

  1. Apakah iur biaya akan dipungut pada saat pelayanan kesehatan atau diawal pada saat menjadi peserta.

  1. Berapa besaran premi, besaran premi akan menggambarkan manfaat atau pelayanan kesehatan  yang diterima oleh peserta .





  1. Bagaimana tatacara pembayaran kepada PPK setelah melakukan pelayanan kesehatan terhadap peserta Jamkesda.

  1. Pelayanan     :


Hal- Hal yang perlu diatur dalam Bab ini adalah sebagai berikut :


  1. Apakah semua jenis pelayanan akan ditanggung oleh jaminan kesehatan ini.

  1. Bagaimana dengan system rujukan

  1. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) mana saja yang boleh memberikan pelayanan, apakah hanya Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah saja atau semua fasilitas boleh melayani peserta Jamkesda .

  1. Bagaimana dengan peserta yang dirawat di PPK di luar wilayah Pemerintah Kabupaten/Kota. ( Bagaimana dengan Portabilitas)

  1. Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah  (BAPEL) /Pengorganisasian


Badan Penyelenggaran Jaminan Kesehatan Daerah tersebut mempunyai peranan yang penting dalam penyelenggaraan Jamkesda,  untuk itu hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Bab tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Kesehatan adalah sebagai berikut :


  1. Apa tugas pokok dan fungsi dari Bapel tersebut.

  1. Apakah Bapel tersebut merupakan UPTD atau LTD dari Pemeritah Daerah atau suatu Badan yang independent.

  1. Apakah UPTD atau LTD tersebut secara bertahap akan menjadi PK-BLU atau PK- BLUD.

  1. Siapa saja yang boleh duduk dalam Bapel dan bagaimana system penggajiannya.

  1. D.    Kesejahteraan diwujudkan melalui Jamkesmas


Perlunya dibentuk Pemerintah Republik Indonesia adalah dalam rangka  untuk menciptakan “Law and Order” (ketentraman dan ketertiban) dan untuk menciptakan “welfare” (Kesejahteraan), hal tersebut dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alenia ke IV    “Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…. dst.

Salah satu unsur kesejahteraan adalah kesehatan,  sehingga pembentuk Pemerintah Republik Indonesia sudah menganggap begitu pentingnya masalah kesehatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang diselenggarakan Pemerintah Daerah yang tujuannya adalah meningkatkan akses masyarakat khususnya masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, maka pemerintah  baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah telah melaksanakan sebagian dari tujuan  dibentuknya suatu Pemerintah Republik Indonesia yaitu dalam rangka  untuk menciptakan “Law and Order” (ketentraman dan ketertiban) dan untuk menciptakan “welfare” (Kesejahteraan) dimana salah satu unsur kesejahteraan adalah kesehatan.









Pentingnya Perencanaan, Pelaksanaan dalam Tahapan Manajemen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL)

Description: http://sehatnegeriku.com/wp-content/uploads/2012/04/resize-banned-puskom1-300x300.jpg
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama membuka Pertemuan Nasional Perencanaan dan Evaluasi Program P2PL Tahun 2012 di Bandung (02/04).
“Ada 3 tahapan penting dalam manajemen P2PL yaitu Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian,” ujar Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama dalam sambutannya pada pertemuan yang mengambil tema “melalui pertemuan nasional P2PL tahun 2012, kita tingkatkan sinkronisasi pusat, daerah dan UPT.
Dinyatakan, tahap perencanaan merupakan komponen yang sangat penting, berbasis bukti baik secara ilmiah, data masa lalu maupun secara prediksi dan juga merupakan Proper Plan Prevent Poor Performance (P5).
“Tahap perencanaan harus dijalankan sesuai dengan aturan” kata Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama mengatakan untuk tahap pelaksanaan harus dilakukan sesuai dengan aturan, dilaksanakan secara konsisten, kerja keras dan perlu mengakomodasi perubahan sesuai aturan. “Sebagai dasar utama tahap pelaksanaan harus dapat mewujudkan hasil,” tambahnya.
Tahap pengendalian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan. Tahap ini berbentuk evaluasi yang dilakukan terus menerus, dimana ruang lingkupnya meliputi berbagai aspek seperti aspek keuangan, aspek administrasi, aspek pelaksanaan program dan aspek pencapaian indikator.
Pada kesempatan tersebut Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama juga menyampaikan tentang sinkronisasi dan persiapan exit strategy dalam hal bantuan luar negeri. Sementara mengenai pemotongan anggaran P2PL di tahun 2012 sebesar Rp. 281 M, harusnya tidak mengurangi kualitas pelaksanaan program dan pencapaian target kinerja DitJen P2PL. Hal ini telah sesuai dengan 2 prinsip utama yaitu “sharing the pain” dan “self blocking” sebagaimana petunjuk dan rambu yang ada.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 500-567 dan 081281562620, atau alamat e-mail info@depkes.go.id,